Kementerian ESDM Mengatakan Ada Sekitar 2.741 Titik Pertambangan Ilegal di Tanah Air
Jakarta - Maraknya Pertambangan Tanpa Izin (PETI) atau tambang ilegal masih belum bisa diberantas oleh Kementerian ESDM. Direktur Teknik dan Lingkungan Minerba Kementerian ESDM, Lana Saria, mengungkapkan saat ini ada 2.741 titik pertambangan ilegal.
"Kami mendata ada 2.741 titik lokasi PETI, di mana terdiri dari 96 lokasi PETI di komoditas batubara dan 2.645 titik komoditas mineral di berbagai wilayah baik di dalam maupun di luar izin usaha pertambangan," kata Lana saat webinar yang digelar Ditjen Minerba, Senin (27/9).
Adanya pertambangan ilegal memang harus diberantas. Lana menegaskan pertambangan ilegal tersebut merugikan semua pihak, mulai dari pemegang izin resmi pertambangan hingga menimbulkan permasalahan sosial.
"Dampak PETI ini menghambat kegiatan usaha bagi pemegang izin resmi, membahayakan keselamatan atau menimbulkan korban jiwa, berpotensi terjadinya kerusakan lingkungan hidup dan menimbulkan bahaya banjir, longsor, mengurangi kesuburan tanah," ungkap Lana.
"Dan merugikan penerimaan negara bukan pajak, serta penerimaan pajak daerah, dan juga menimbulkan masalah sosial dan gangguan keamanan, serta merusak hutan bila berada dalam kawasan hutan," tambahnya.
Lana menjelaskan beberapa faktor atau penyebab masih maraknya PETI karena adanya keterbatasan lapangan kerja dan desakan ekonomi. Penambangan ilegal tidak memerlukan syarat pendidikan, sehingga bisa melakukan kegiatan PETI dengan didukung pemodal khusus.
Selain itu, kata Lana, ada rasa tergiur hasil yang instan dan mudah dikerjakan, hingga penegakkan hukum yang dianggap masih lemah.
"Pada umumnya (pertambangan ilegal) memang berniat kejahatan karena sengaja, adanya kesempatan karena penegakan hukum lemah, dan juga pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari dan keterbatasan lapangan pekerjaan," tutur Lana.
"Kami mendata ada 2.741 titik lokasi PETI, di mana terdiri dari 96 lokasi PETI di komoditas batubara dan 2.645 titik komoditas mineral di berbagai wilayah baik di dalam maupun di luar izin usaha pertambangan," kata Lana saat webinar yang digelar Ditjen Minerba, Senin (27/9).
Adanya pertambangan ilegal memang harus diberantas. Lana menegaskan pertambangan ilegal tersebut merugikan semua pihak, mulai dari pemegang izin resmi pertambangan hingga menimbulkan permasalahan sosial.
"Dampak PETI ini menghambat kegiatan usaha bagi pemegang izin resmi, membahayakan keselamatan atau menimbulkan korban jiwa, berpotensi terjadinya kerusakan lingkungan hidup dan menimbulkan bahaya banjir, longsor, mengurangi kesuburan tanah," ungkap Lana.
"Dan merugikan penerimaan negara bukan pajak, serta penerimaan pajak daerah, dan juga menimbulkan masalah sosial dan gangguan keamanan, serta merusak hutan bila berada dalam kawasan hutan," tambahnya.
Lana menjelaskan beberapa faktor atau penyebab masih maraknya PETI karena adanya keterbatasan lapangan kerja dan desakan ekonomi. Penambangan ilegal tidak memerlukan syarat pendidikan, sehingga bisa melakukan kegiatan PETI dengan didukung pemodal khusus.
Selain itu, kata Lana, ada rasa tergiur hasil yang instan dan mudah dikerjakan, hingga penegakkan hukum yang dianggap masih lemah.
"Pada umumnya (pertambangan ilegal) memang berniat kejahatan karena sengaja, adanya kesempatan karena penegakan hukum lemah, dan juga pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari dan keterbatasan lapangan pekerjaan," tutur Lana.
Komentar
Posting Komentar