Beberapa Faktor Penyebab Komodo Masuk Daftar Merah Hewan yang Terancam Punah

JakartaKomodo, hewan asli Indonesia sekaligus kadal terbesar di dunia, akhirnya masuk ke dalam daftar merah hewan terancam punah dari International Union for Preservation of Nature (IUCN). Organisasi konservasi keanekaragaman hayati internasional tersebut menyoroti krisis iklim dan ulah manusia sebagai pemicunya.

Condition hewan terancam punah tersebut diberikan IUCN dalam update daftar merah (red list) tahunan pada Sabtu (4/9) di Marseille, Prancis. Daftar Merah sendiri merupakan indikator kesehatan keanekaragaman hayati yang meliputi tren habitat, populasi, dan ancaman yang dihadapi sebuah spesies.

Dalam daftar merah terbaru, IUCN memindahkan status komodo (Varanus komodoensis) dari "rentan" menjadi "terancam punah."

"Naiknya suhu worldwide dan naiknya permukaan air laut diperkirakan akan mengurangi environment yang cocok bagi komodo setidaknya 30% dalam 45 tahun ke depan," kata IUCN dalam keterangan resminya.

"Selain itu, sementara subpopulasi di Taman Nasional Komodo saat ini stabil dan terlindungi dengan baik, komodo di luar kawasan lindung di Flores juga terancam oleh hilangnya habitat yang signifikan karena aktivitas manusia yang terus berlangsung."

Komodo adalah spesies kadal paling ikonik di dunia yang telah ada di Bumi selama lebih dari satu juta tahun. Mereka kini hidup secara endemik di lima pulau termasuk Pulau Komodo, Rinca, Nusa Kode, Gili Motang dan Flores.

Meski demikian, populasi komodo kini hanya diperkirakan mencapai 4.000 individu saja yang bertahan hidup di alam phony.

"Gagasan bahwa hewan prasejarah ini telah bergerak satu langkah lebih dekat ke kepunahan sebagian karena perubahan iklim sangat menakutkan," ucap Andrew Terry, direktur konservasi Zoological Society of London, kepada stasiun radio NPR.

Potensi kepunahan komodo telah jadi perhatian sejak tahun lalu


IUCN bukanlah organisasi pertama yang khawatir akan kepunahan komodo. Sebelumnya, pada tahun lalu, para peneliti Australia telah mengungkap bahwa krisis iklim akan membahayakan eksistensi komodo.

Penelitian yang dipimpin oleh College of Adelaide dan College of Deakin tersebut menemukan bahwa dampak pemanasan international dan kenaikan permukaan laut mengancam kepunahan komodo, yang sebenarnya kini memiliki habitat terbatas.

"Perubahan iklim kemungkinan akan menyebabkan penurunan tajam dalam ketersediaan habitat komodo, sangat mengurangi kelimpahan mereka dalam hitungan dekade," ujar penulis utama, Alice Jones, dari College of Adelaide's Institution of Biological Sciences.

"Model kami memprediksi kepunahan lokal di tiga dari lima environment pulau tempat komodo ditemukan hari ini."

Studi dari peneliti Australia, yang diterbitkan dalam jurnal Ecology and also Advancement pada September 2020, merupakan hasil kerja lapangan bertahun-tahun tentang ekologi dan status konservasi komodo

Dalam penelitian tersebut, para ilmuwan menjalankan lebih dari satu juta simulasi design dengan berbagai criterion, mulai dari struktur version iklim global, emisi gas rumah kaca, dan perkiraan demografi komodo.

"Version kami memprediksi pengurangan environment komodo dengan cakupan luas sebesar 8%-- 87% pada tahun 2050, yang mengarah pada penurunan hunian spot environment sebesar 25%-- 97% dan penurunan kelimpahan (populasi) sebesar 27%-- 99% di seluruh rentang spesies," tulis peneliti dalam laporan tersebut.

Peneliti menjelaskan bahwa konservasi komodo di dua pulau-- yakni, di Pulau Rinca dan Pulau Komodo-- punya risiko yang lebih kecil dari ancaman pemanasan worldwide dan kenaikan air laut. Meski demikian, para peneliti ragu bahwa pemangku kebijakan bakal menjamin adanya environment yang layak bagi komodo hidup di kedua pulau tersebut.

"Model konservasi kami menunjukkan bahwa komodo di dua pulau besar yang dilindungi kurang rentan terhadap perubahan iklim. Namun, bahkan environment pulau ini mungkin tidak memberikan polis asuransi yang memadai untuk kelangsungan hidup spesies tersebut," jelas Damien Fordham, profesor ekologi global dari College of Adelaide.

Antara proyek wisata dan konservasi komodo.

Kehendak pemangku kebijakan untuk konservasi komodo memang telah dipertanyakan sejumlah pihak, khususnya terkait rencana proyek infrastruktur pariwisata di kawasan Taman Nasional Komodo yang mencuat dalam setahun terakhir.

Pada Juli lalu, proyek tersebut mendapat tentangan dari Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan PBB (The United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization/UNESCO).

UNESCO meminta agar pemerintah Indonesia menghentikan sementara proyek infrastruktur wisata di kawasan Taman Nasional Komodo. Sebab, pemerintah Indonesia belum memberikan analisis dampak lingkungan (AMDAL).

Tanpa laporan AMDAL, proyek infrastruktur pariwisata dikhawatirkan mengancam nilai universal luar biasa (Outsanding Universal Values/OUV) di kawasan Taman Nasional Komodo. OUV sendiri merupakan salah satu kriteria penetapan warisan dunia dari UNESCO, status yang didapatkan Taman Nasional Komodo sejak 1991.

"Dikhawatirkan bahwa AMDAL untuk proyek infrastruktur pariwisata di Pulau Rinca tidak secara memadai menilai potensi dampak terhadap OUV properti," kata UNESCO dalam dokumen bernomor WHC/21/44. COM/7B, yang dipublikasi Juli 2021.

Menurut Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Nasional, Nur Hidayati, peringatan yang disampaikan UNESCO ini adalah penegasan bahwa perlu ada batas tegas antara konservasi hewan dan wisata di situs warisan dunia.

"Dimasukkannya komodo dan ekosistem Taman Nasional Komodo ini menjadi warisan dunia, ini kan sebenarnya juga diajukan oleh pemerintah, tetapi motivasinya itu kemudian berbeda," kata Nur dalam sebuah webinar pada 5 Agustus 2021.

"Tidak hanya sekadar semata-mata konservasi, tetapi kemudian Globe Heritage ini hanya sekadar menjadi branding bagi pemerintah untuk menarik wisatawan untuk menjadikan kawasan ini lebih menarik untuk skema-skema pariwisata skala besar," sambungnya.

Hingga saat ini, tidak menjelaskan proyek apa yang sedang berlangsung di kawasan Taman Nasional Komodo. Meski demikian, pemerintah Indonesia mengatakan bahwa mereka sedang membangun "destinasi wisata super-premium" di Pulau Rinca. Selain itu, pemerintah juga telah memberikan izin berbisnis kepada tiga perusahaan.

Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Uno menyebut, lembaganya terus berkoordinasi bersama dengan kementerian/pihak terkait lainnya, untuk memastikan penataan sarana dan prasarana di zona pemanfaatan di TN Komodo tidak menimbulkan atau mengakibatkan dampak negatif bagi OUV situs warisan alam dunia TN Komodo.

"Dalam penerapannya, pariwisata berkelanjutan memiliki prinsip-prinsip untuk memberdayakan masyarakat melalui budaya dan kearifan lokal yang ada. Sejalan dengan itu dengan alam dan meningkatkan kesejahteraan, serta ditambah pengelolaan secara profesional," pungkas Sandiaga, Jumat (6/8).

"( Jadi) tidak semata-mata memperhitungkan dampak ekonomi, tapi juga dampak yang akan terjadi terhadap lingkungan dan sosial budaya masyarakatnya."

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Beberapa Struktur Misterius Tersembunyi di Balik Tebalnya Lapisan Es Greenland

Ditemukan 215 Sisa Jenazah Anak Pribumi di Bekas Bangunan Sekalah di Kanada

Demi Mencegah Bencana Dari Perubahan Iklim Pentingnya Kolaborasi Dalam Pendanaan